
Asisten Utama Bidang Operasi (Astamaops) Kapolri Komjen Pol Fadil Imran (photo humaspolri/gb)
Pemaparan tersebut disampaikan dalam rilis akhir tahun Polri yang menyoroti capaian operasional sebagai langkah reflektif institusi. Asisten Utama Bidang Operasi (Astamaops) Kapolri Komjen Pol Fadil Imran mengungkapkan, sepanjang 2025 Polri melaksanakan lima operasi terpusat dan 265 operasi kewilayahan.
Operasi tersebut mencakup agenda nasional berskala besar seperti Operasi Ketupat dan Operasi Lilin, sekaligus ratusan operasi di tingkat polda untuk menjawab tantangan keamanan spesifik di masing-masing daerah.
“Rilis akhir tahun ini adalah bentuk pertanggungjawaban Polri kepada masyarakat. Ini refleksi kinerja kami sepanjang 2025 dalam mengoptimalkan pemeliharaan kamtibmas, perlindungan, pengayoman, pelayanan, serta penegakan hukum yang presisi,” ujar Komjen Pol Fadil Imran.
Ia menegaskan bahwa stabilitas keamanan nasional tidak dapat dibangun oleh Polri semata. Karena itu, sepanjang 2025 Polri menjalin kerja sama dengan lima kementerian, empat lembaga, dan dua unsur non-lembaga guna mewujudkan sistem keamanan nasional yang komprehensif dan inklusif.
Keberhasilan pengamanan agenda nasional dan internasional, menurut Fadil, menunjukkan bahwa keamanan memiliki dampak strategis terhadap sektor lain, termasuk ekonomi dan pariwisata.
“Keamanan adalah investasi ekonomi. Pengamanan World Water Forum terbukti meningkatkan kunjungan wisatawan ke Bali sebesar 8,23 persen. Begitu pula pengamanan kunjungan Paus Franciscus yang menunjukkan Indonesia sebagai negara yang damai dan toleran di mata dunia,” jelasnya.
Dalam aspek reformasi operasional, Polri juga menekankan perubahan paradigma pengamanan, khususnya dalam menyikapi penyampaian pendapat di muka umum sebagai hak konstitusional warga negara.
Polri memosisikan diri sebagai penjamin keamanan publik, bukan sekadar pengendali massa.
Polri secara terbuka mengakui adanya kritik publik terkait penggunaan kekuatan yang dinilai tidak proporsional serta lemahnya fungsi negosiasi di lapangan.
Kritik tersebut, kata Fadil, menjadi momentum pembenahan internal.
“Kami berani mengakui kritik sebagai bagian dari proses transformasi. Dari situ kami melakukan pergeseran pendekatan, agar pengamanan tidak lagi berorientasi pada kekuatan semata, tetapi pada kepercayaan,” tegasnya seperti dikutip dari humaspolri.
Dalam dokumen kebijakan terbaru, Polri menetapkan tiga pilar utama pengamanan, yakni pendekatan dialogis berbasis hukum, proporsionalitas penggunaan kekuatan, serta integritas dan legitimasi. Paradigma pengamanan aksi massa pun digeser dari pendekatan crowd control menuju crowd management, hingga mutual respect antara polisi dan masyarakat.
“Pengamanan aksi tidak boleh lagi dilihat dari jumlah pasukan, tetapi dari kualitas interaksi antara polisi dan masyarakat. Inilah pendekatan yang lebih manusiawi dan berorientasi ke depan,” ungkap Fadil.
Selain bidang keamanan, Polri juga berperan aktif dalam penanggulangan bencana. Sepanjang 2025 tercatat ribuan kejadian bencana, dengan tanah longsor dan angin puting beliung sebagai bencana paling dominan. Jawa Tengah menjadi wilayah dengan frekuensi bencana tertinggi.
Respons cepat menjadi fokus utama Polri melalui pemetaan kekuatan personel agar bantuan segera tiba di lokasi terdampak. Saat bencana melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat di akhir tahun, Polri mengerahkan personel serta bantuan kemanusiaan.
Di Aceh, sebanyak 18 kabupaten/kota terdampak berat dengan 133.000 rumah rusak dan 377.200 pengungsi. Polri mengerahkan 11.357 personel gabungan, menyalurkan 2.337,6 ton bantuan kemanusiaan, serta membangun 261 sumur bor untuk menjamin akses air bersih.
“Polri berkomitmen hadir tidak hanya pada fase tanggap darurat, tetapi hingga tahap pemulihan. Karena sejatinya tugas Polri bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga menegakkan kepercayaan publik,” pungkas Komjen Pol Fadil Imran.**(Gb-real)










