Notification

×

Iklan

Iklan

Diskusi Publik Aliansi Jurnalis Soroti Karhutla di Samosir: 25 Titik Api, Polisi Tegaskan Lahan Dibakar Sengaja

4 Jul 2025 | 20:15 WIB Last Updated 2025-07-04T13:25:36Z

 

Aliansi Jurnalis Samosir 



GREENBERITA.com – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali menjadi sorotan utama di Kabupaten Samosir. Polemik apakah kebakaran ini terjadi secara alami atau merupakan tindakan sengaja oleh manusia mencuat dalam diskusi publik yang digelar oleh Aliansi Jurnalis di Pangururan, Jumat (4/7/2025).


Diskusi bertema "Kebakaran Hutan dan Lahan di Samosir: Terbakar atau Dibakar?" ini diinisiasi oleh sejumlah jurnalis lintas media, antara lain Efendi Naibaho (Formatnews), Fernando Sitanggang (Greenberita), Junjungan Marpaung (Garuda TV), P.S (Instrumentasi.com), dan Pangihutan Sinaga (Harian Mistar).


Dalam forum tersebut, Kanit Tipidter Polres Samosir Aipda Martin Aritonang mengungkapkan bahwa sebagian besar karhutla yang terjadi di Samosir merupakan pembakaran yang dilakukan secara sengaja oleh orang yang tak bertanggungjawab, khususnya peternak.


“Banyak peternak membakar lahan untuk merangsang tumbuhnya rumput baru bagi ternaknya. Ini menjadi penyebab utama karhutla secara sengaja,” tegas Martin.


Ia menambahkan bahwa kepolisian telah melakukan berbagai upaya penyelidikan serta sosialisasi kepada warga agar menghentikan praktik pembakaran, terlebih saat musim kemarau yang memperparah potensi penyebaran api.


Pernyataan Martin diperkuat oleh anggota Intelkam Polres Samosir, Rados Togatorop yang menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2025 sudah terdeteksi 25 titik karhutla di wilayah Samosir.


“Kami sudah berulang kali mengimbau agar warga tidak membakar lahan. Sosialisasi bahkan dilakukan hingga ke dusun-dusun,” ujar Rados Togatorop.


Sementara itu, Kapolsek Pangururan AKP B. Dalimunthe turut menyoroti lokasi-lokasi rawan kebakaran yang sering terjadi di lereng-lereng perbukitan, seperti kawasan Pusuk Buhit. Ia menegaskan bahwa indikasi pembakaran disengaja sangat kuat.


“Dari pengamatan kami, karhutla kerap bermula dari lahan warga yang sengaja dibakar. Api lalu menyebar karena angin kencang dan rumput yang kering. Hampir bisa dipastikan karhutla bukan karena faktor alam,” jelasnya.


Dalimunthe menambahkan bahwa pihaknya telah memberi edukasi intensif kepada warga, serta menjalankan instruksi pimpinan agar jajaran Polri aktif mencegah karhutla. Ia juga menyinggung peringatan dari UNESCO terkait status Geopark Kaldera Toba.


“Status Geopark Kaldera Toba kini mendapat ‘kartu kuning’ dari UNESCO. Isu lingkungan seperti karhutla menjadi perhatian serius dunia. Jika kedapatan membakar lahan, warga akan dikenakan sanksi hukum,” tegas Dalimunthe.


Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah desa, untuk terlibat aktif dalam upaya pencegahan.


“Pemerintah desa bisa membuat imbauan tertulis yang ditempel di warung dan tempat umum agar warga semakin sadar bahwa karhutla bukan budaya yang bisa dibenarkan,” pungkasnya.


Diskusi ini menjadi momentum penting dalam mendorong kesadaran kolektif dan langkah nyata dalam penanganan karhutla di Samosir, yang tidak hanya berdampak secara lokal, namun juga merusak citra kawasan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata dunia.


Kegiatan dihadiri oleh Kajari Samosir diwakili Kasi Intel Richard Nayer Simaremare dan Kasi Pidum Parlin Situmorang serta staf Kejari Samosir.***(Gb-Ferndt01)