Notification

×

Iklan

Iklan

Akhlaknya Mana ?

7 Des 2019 | 17:02 WIB Last Updated 2019-12-07T10:02:20Z
Oleh Bachtiar Sitanggang

GREENBERITA.com || Baru-baru ini di youtube terlihat gambar Menteri BUMN Erick Tohir dan Najwa Shihab. Kedua tokoh menarik ini terlibat dalam suatu wawancara terbuka. 

Najwa Sihab, pewawancara piawai dengan mudah mempermainkan teman bicaranya untuk menggali mengetahui luar dalamnya. 

Erick Tohir adalah tokoh yang pernah memiliki klub sepakbola ternama dunia dari Italia, ada dijajaran orang terkaya Indonesia dengan bicaranya yang lugas-apa adanya. Sebelum menteri dan sesudah tetap sama saja, artinya ia mengatakan Ya di atas Ya dan Tidak di atas yang Tidak.

Erick Tohir menjadi pusat perhatian karena PT.Garuda Indonesia yang menjadi tanggungjawabnya membeli pesawat Air Bus dari Perancis membawa barang yang tidak sesuai peraturan sebagai penyelundupan. 

Dirutnya akan dicopot kalau terbukti menyelundup, dan beberapa hari kemudian telah dicopot.

Atas pertanyaan Najwa Shihab dengan lancar Erick Tohir menguraikan bagaimana Bea dan Cukai Bandar Udara Soekarno Hatta menemukan 18 barang dalam kotak warna coklat dengan claim tag awak kabin pesawat penerbangan Perancis-Jakarta pertengahan November lalu.

Barang-barang illegal itu adalah onderdil sepeda motor besar mewah Harley Davidson buatan tahun 1972 dan dua sepeda merk Brompton, yang menurut Menkeu Sri Mulyani harganya sekitar Rp. 800.000.000.—dan karena illegal maka negara dirugikan 185% dari harga barang atau sekitar Rp. 1,5 Miliar. 

Dalam wawancara Najwa Shihab dengan Erik Tohir ada kata-kata yang selama ini hampir tidak terdengar selama ini: “Ahlaknya mana?” 

Kalimat sederhana tapi menyentuh hati, yaitu: “Saya rasa kembali, akhlaknya mana? Itu yang saya tekankan ke Direksi BUMN. Nomor satu ahlak. Akhaknya mana?”

Erick menyarankan agar Direktur Garuda yang terlibat supaya mengundurkan diri, kalau tidak akan dicopot. 
Erick bicara di Mata Najwa pada Rabu, 4 Desember 2019 lalu dan beberapa saat kemudian Dirut Garuda  I Gusti Ngurah Askara Danadiputra (Ari Askhara) telah diberhentikan resmi. 

Responnya mencengangkan, ada yang mengirim karangan bunga ke kantor pusat Garuda Indonesia atas pencopotan Dirut Garuda tersebut, ada pernyataan pengusaha-pengusaha hotel atas pencopotan itu 

Pertanyaannya apakah sang Dirut itu menyakiti hati dan perasaan beberapa pihak selama ia menjabat? 

Kita juga pernah menyaksikan di televisi, masyarakat suatu daerah syukur sujud karena Bupatinya terkena OTT oleh KPK. 

Aneh bagi sebagian orang tetapi fakta menunjukkan seorang dicopot/dipecat terkena kasus hukum, kok disyukuri? 

Seharusnya bersedih, tetapi mungkin kejadian itu baik, karena penderitaan orang yang tersakiti selama ini akan berakhir. 
Mungkin Erick Tohir tahu hal itu, maka dia bertanya: ”Aklaknya mana?”

Pertanyaan ada baiknya direnungkan para pejabat dan bakal pejabat, agar ketika menjabat lakukanlah tugas, fungsi dan tanggungjawab masing-masing sesuai aturan jangan mentang-mentang penguasa menjadi seenaknya, pada waktu kampanye “nyembah-nyembah” setelah duduk jadi laying-layang putus. 

Menjelang Pilkada 2020, masyarakat Samosir serta semua yang turut bergelut seperti calon, partai pendukung, marga, simpatisan dan para penggembira Pilkada 2020 agar menunjukkan akhlaknya.
Menjadi Bupati/Wakil Bupati bukan untuik menjadi Raja, tetapi hendak bekerja seperti untuk Tuhan bukan untuk manusia. Membina, mengayomi dan memotivasi masyarakat agar hidup sejahtera lahir bathin. 
Bukan hanya sekedar terima gaji, jaman sudah era milenial bukan lagi feodal dan kolonial.

Jenderal Sudirman pernah mengatakan, “sedikit bicara, banyak kerja”, di era milenial ini tidak hanya kerja tetapi harus kreatif dan innovative. 

Presiden Joko Widodo sendiri pada periode pertama selalu bilang kerja, kerja, kerja artinya tiga kali sebut.

Hendaknya semua pihak untuk menimbang-nimbang dirinya, apakah kalau jadi Bupati akan menjadi berkat atau sebaliknya menjadi bencana?

Mendukung seseorang adalah hak demokrasi, tetapi alangkah baiknya pertanyaan Erick Tohir itu ditelaah dan direnungkan, “akhlak pendukung mana?”; “akhlak partai mana?” dan “akhlak calon mana?”

Masyarakat Samosir ingin sejahtera lahir bathin, jangan biarkan terus menerus bagaikan “ayam kehilangan induk”,  seperti “auto pilot” jalan sendiri. 

Jadikan putera-puteri tampil di pentas nasional dan internasional dalam perlombaan ilmiah, olah raga, budaya dan kesenian. 

Jangan hanya mengandalkan tor-tor sigale-gale dan ulos sementara berkat Tuhan keindahan alam dirusak dan danau dicemari.

Dengan merenung “Akhlaknya mana?”, mudah-mudahan melalui Pilkada Samosir 2020 masyarakat dapat menikmati hasil dari pembangunan dan pariwisata, tidak hanya nama seperti “tong kosong nyaring bunyinya”. *


(Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta)