Notification

×

Iklan

Iklan

Kerusakan Hutan Ancam Lingkungan Serta Keamanan Petani dan Rakyat Samosir

3 Jun 2019 | 19:00 WIB Last Updated 2019-11-10T13:35:29Z
STKS dan KSPPM melakukan talkshow peringati Hari Lingkungan Hidup di Radio Samosir Green 101.5 FM pada Senin,(3/6//2019)
PANGURURAN,GREENBERITA.com- Hari Lingkungan Hidup yang diperingati warga bumi setiap tahun pada 5 Juni, dilatarbelakangi dari munculnya berbagai masalah lingkungan di sejumlah wilayah dikawasan Eropa. 

Pada masa  itu limbah industri tidak dikelolah dengan baik, terjadi penebangan dan pembakaran hutan hingga terjadi berbagai penyakit di kawasan tersebut. Melihat kondisi ini, Jepang dan Senegal membuat usulan untuk membuat konferensi pertama PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia pada tanggal 5 – 16 Juni 1972 di Stockholm.  

Hari Lingkungan Hidup kemudian menjadi peringatan sedunia demi membangun kesadaran bagi manusia untuk bertindak menjaga alam, menggunakan secukupnya dan mengutamakan keberlanjutan demi generasi berikutnya.  

Lingkungan Hidup tidak terlepas dari hutan, sungai atau danau dan udara. Ketiganya menjadi sumber penghidupan  yang tidak terpisahkan dalam mengatur dan menjaga keseimbangan ekosistem. Tanpa hutan, bisa kita bayangkan bagaimana jadinya alam yang selama ini ada disekitar kita. Kerusakan hutan akan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi kehidupan manusia, misalnya rusaknya hutan dapat menimbulkan longsor atau banjir bandang yang pada ujung-ujungnya manusialah yang menjadi korban.

Berdasarkan kondisi diatas serta guna memperingati Hari Lingkungan Hidup, Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS) dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) akan melakukan aksi lingkungan berupa penanaman pohon di Desa Buttu Mauli, Kecamatan Sitiotio pada Kamis, (7/6/2019).

Sebelumnya, KSPPM dan STKS melakukan diskusi bersama di Radio Samosir Green 101.5 FM pada Senin, (3/6/2019) untuk mendiskusikan tentang pentingnya menjaga lingkungan, memberikan edukasi pada masyarakat agar tetap peduli menjaga dan melestarikan lingkungan serta mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan dan bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan perusak lingkungan.

Tampil sebagai narasumber pada talkshow tersebut Angel Manihuruk, David Rajagukuguk, Fredy Simanungkalit dari KSPPM dan Esbon Siringoringo dari STKS.

Pada pemaparannya, David Rajagukguk mengungkap eksploitasi hutan di wilayah daerah tangkapan air selama bertahun-tahun baik secara Legal maupun Ilegal kini mengancam kelestarian Danau Toba. 

"Salah satu di antaranya menyebabkan pasokan air terganggu, hutan tidak lagi mampu menyerap maupun menyimpan air. Banyak sungai mengalami kekeringan pada waktu musim kemarau dan meluap pada waktu sedang hujan sehingga sungai tidak lagi berfungsi sebagai penyimpan dan penyalur air bagi penghidupan sekelilingnya. Hal ini menjadi keresahan bagi petani yang tinggal, hidup dan bekerja disekitaran sumber air,"ujarnya.

Selain eksploitasi hutan, kerusakan lingkungan di sekitar kawasan Danau Toba semakin memprihatinkan dengan banyaknya sampah dipinggiran jalan hingga ke areal ladang, penggunaan pupuk dan pestisidan kimia yang membuat tanah rusak  yang mempengaruhi kerusakan lingkungan disekitaran kawasan. 

Data menunjukkan, hasil dari setiap kerusakan ini terjadi bencana secara berkelanjutan apalagi satu tahun terakhir ini. Banjir Bandang yang terjadi di Kawasan Sianjur Mula-Mula yaitu di Desa Siboro, Desa Huta Gurgur dan Desa Sarimarrihit yang mengakibatkan kerugian rumah dan lahan pertanian kopi dan padi, 

Kemudian di Kawasan Parbaba yang mengakibatkan kerusakan pada Sekolah-sekolah dan terakhir di Kawasan Sitio-tio yang menelan korban 1 orang meninggal, 1 orang luka-luka dan 8 rumah rusak parah. 
Kondisi ini menjadi bukti bahwa Samosir sudah pada tahap rawan bencana. 

Kini petani merasa dirinya terancam saat bertani, lahan pertanian yang merupakan satu-satunya sumber ekonomi kini rusak dan hilangnya sumber penghidupan yang selaras dengan alam.

"Kondisi alam yang tidak menentu dan eksploitasi secara berkelanjutan menjadi keresahan yang membuat setiap manusia saling mempertanyakan ini salah siapa?  
Apakah salah masyarakat ataukah salah pemerintah atau salah pengusaha perusak lingkungan yang memperlakukan alam seperti budak?  Dan apa yang harus dilakukan agar bencana tidaklah terjadi berulangkali?" tanya Esbon Siringoringo, Ketua Serikat Tani Kabupaten Samosir.

(green-ft)