Notification

×

Iklan

Iklan

Lahan Tidur di Samosir Ditanam Jagung Dengan Teknologi Pertanian

31 Mar 2019 | 08:54 WIB Last Updated 2019-11-10T13:33:36Z
Tanaman jagung di Samosir ditanam dengan menggunakan teknologi pertanian | ist
SAMOSIR, GREENBERITA.com - Bupati Samosir, Rapidin Simbolon, melalui pesan whatsapp, Jumat (29/3/2019), menyampaikan kondisi terkini penanaman jagung di Samosir akan dilakukan dengan menggunakan teknologi pertanian.

200 hektare sebut Rapidin, penanaman pertama dengan umur tanam sudah 45 hari, dari awal penanaman hingga masa panen nantinya akan dikelola dengan menggunakan sistem penerapan teknologi pertanian. "Semoga panen melimpah," harap Rapidin.

Kemudian pemanfaatan lahan tidur seluas 1.000 hektare yang ada di enam desa, yakni Desa Parbaba Dolok, Desa Dosroha, Desa Parhorasan, Desa Sihusapi, Desa Hutabolon dan Desa Pardomuan Nauli, dari dua Kecamatan, yakni Kecamatan Pangururan dan Simanindo, Kabupaten Samosir.

Kepala Dinas Pertanian, Viktor Sitinjak melalui Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura, Saut Manotas Manik, kepada wartawan, Sabtu (30/3/2019) menjelaskan, kondisi pertanaman jagung yang disampaikan Bupati Samosir adalah kerjasama PT Sumatra Harapan Niaga (SHN), PT Benget Rojaya Grup (BRG) dengan masyarakat Parbaba Dolok pemilik lahan.

"Itu kondisi pertanaman yang diawal penanamannya diikuti oleh Bapak Bupati. Hasil mekanisasi pertanian PT SHN bekerjasama dengan PT BRG dan masyarakat dengan sistim kontrak lahan masyarakat Parbaba Dolok," sebut Saut.

Perihal ada tidaknya subsidi dari pemerintah, murni dari PT SHN, PT BRG, mulai dari pengolahan, bibit, pupuk dan kompos. Usia panen, 4 bulan.

"Kerjasama dengan Dinas Pertanian, nantinya akan mengarahkan kelompok tani (Poktan) agar juga bekerjasama dengan mereka, paling tidak untuk pemasaran hasil panen," imbuhhya.

Saut menambahkan, melalui kerjasama itu nantinya, mereka siap menampung hasil panen jagung milik masyarakat atau kelompok tani, sehingga pemasarannya tidak lagi kepada tengkulak. "Karena secara umum, mereka hanya akan mengurangi harga sebesar Rp 100/kg dari harga pasar, itupun untuk biaya transportasi. Sehingga, harga tidak akan turun terlalu jauh," jelas Saut.

Mereka juga siap melakukan mekanisasi pertanian bila masyarakat mau tanpa harus sistim kontrak lahan. "Tetapi kalau bisa, jangan hanya satu atau dua rante. Kalau masyarakat sepakat mengumpulkan lahan, mereka siap memfasilitasi untuk mekanisasi pertanian, dan hal itu sudah kita fasilitasi sebelumnya," pungkas Saut. (G5/MBD)