Notification

×

Iklan

Iklan

Eks Bupati Samosir Akui Jarang Ikut Rapat Evaluasi Pasca Terbitkan SK Gugus Penanganan Covid-19

11 Jun 2022 | 07:58 WIB Last Updated 2022-06-11T00:58:08Z

Ket Foto : Eks Bupati Samosir 2016-2021 Rapidin Simbolon dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Edison Sipahutar di persidangan, untuk bersaksi dalam kasus dugaan korupsi dana penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Samosir, dengan terdakwa Sekda Samosir Non Aktif, Jabiat Sagala dan rekan. 

MEDAN.GREENBERITA.com
-- Eks Bupati Samosir 2016-2021 Rapidin Simbolon dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Edison Sipahutar di persidangan, untuk bersaksi dalam kasus dugaan korupsi dana penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Samosir, dengan terdakwa Sekda Samosir Non Aktif, Jabiat Sagala dan rekan. 


Dalam kesaksiannya, Rapidin Simbolon yang pernah menjabat sebagai Bupati Samosir 2016-2021 lalu mengakui dirinya jarang ikut rapat evaluasi penanganan Covid-19, karena alasan kesibukan.


Rapidin Simbolon mengaku, bahwa dirinya banyak menangani sejumlah acara, sehingga tidak hadir dalam rapat, khususnya pertemuan-pertemuan penting menyangkut evaluasi dan laporan penanganan Covid-19 beserta pendanaannya. 


"Bapak (Rapidin Simbolon) menetapkan status siaga darurat, tapi tak pernah hadir rapat. Mulai tanggal 17 sampai 31 ada rapat Gugus Tugas, tapi bapak tak pernah hadir. Padahal di situ ada evaluasi dan pelaporan kegiatan yang dilakukan," kata tim penasihat hukum terdakwa Jabiat Sagala, yang dipimpin Jaingat Sihaloho, Kamis (9/6/2022).


"Yang kita tangani saat itu sangat banyak. Tidak semua bupati yang menangani, karena kita sudah melimpahkan tugas ke bawahan saya," jawab Rapidin Simbolon.


Dalam persidangan, Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut ini juga beberapa kali dicecar pengacara terdakwa, terkait masalah penandatangan dana penanggulangan Covid-19 sebesar Rp 1.880.621.425, yang belakangan disebut telah dikorupsi oleh Jabiat Sagala.


Ditanya mengenai masalah pencairan dana ini, Rapidin Simbolon mengakui bahwa dirinya ada menyetujui pencairan dana tersebut.


Namun, Rapidin Simbolon beralasan, dia menandatangani pencairan dana yang belakangan diduga dikorupsi itu, lantaran sudah disetujui oleh Forkopimda.


"Saya setujui karena sudah ada tanda tangan dari Forkompinda," kata Rapidin Simbolon.


Dia juga mengakui, bahwa dirinya lah yang menunjuk Jabiat Sagala sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Samosir.


"Saya ada menerbitkan beberapa surat keputusan yang ditandatangani berdasarkan ajuan dari bawahan saya," katanya.


Dalam persidangan juga terungkap, bahwa status siaga darurat yang SK nya diterbitkan oleh Rapidin Simbolon, sebenarnya tidak dilakukan berdasarkan kajian.


Setelah mendengar keterangan Rapidin Simbolon, majelis hakim yang diketuai Sarma Siregar kemudian menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi.


Diketahui, dalam kasus ini bukan hanya Jabiat Sagala saja yang diadili. Ada beberapa mantan pejabat yang juga ikut terseret dalam kasus dugaan korupsi dana penanggulangan Covid-19 ini.


Mereka yang ikut diseret ke meja hijau adalah Mahler Tamba, mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Samosir.


Mahler Tamba juga merangkap sebagai Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, serta sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).


Selanjutnya, pejabat lain yang terseret adalah Sardo Sirumapea. Sardo Sirumapea ini kala itu menjabat sebagai PPK Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Gizi dan Vitamin Masyarakat Kabupaten Samosir, pada Bidang Ketersediaan Bahan Pokok dan Logistik.


Lalu, ada juga Santo Edi Simatupang, selaku Direktur Utama (Dirut) PT Tarida Bintang Nusantara.


Dalam dakwaan JPU Hendri Edison disebutkan, kasus dugaan korupsi ini bermula ketika Jabiat Sagala diangkat sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penanggulangan Covid-19, oleh Bupati Samosir kala itu, Rapidin Simbolon. 


"Anggaran untuk Belanja Tidak Terduga Penanggulangan Bencana Non Alam (BTT PBNA) dalam Percepatan Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Samosir TA 2020 sebesar Rp 3 miliar," ucap JPU.


Entah bagaimana, Jabiat Sagala selaku Ketua Pelaksana Percepatan Penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Samosir menyetujui pencairan dana Rp 1.880.621.425, tanpa prosedur alias tidak melalui pengajuan Rencana anggaran Belanja (RAB).


Demikian juga dengan metode Penunjukkan Langsung (PL) kepada PT Tarida Bintang Nusantara, sebagai penyedia barang/jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat Pemberian Makanan Tambahan Gizi dan Vitamin untuk Masyarakat Kabupaten Samosir sebesar Rp 410.291.700, yang belakangan diketahui tidak mempunyai pengalaman (kualifikasi) untuk pekerjaan tersebut.


Sehingga, dari hasil audit akuntan publik, bahwa keempat terdakwa diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 944.050.768. 


Baik Jabiat Sagala maupun ketiga terdakwa lainnya, mereka masing-masing dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana. "Subsidair, Pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana," pungkasnya.


(Gb--Raf)