Notification

×

Iklan

Iklan

Adakah "Mossak' Masih Lestari Sebagai Budaya Bela Diri Batak?

3 Okt 2021 | 17:44 WIB Last Updated 2021-10-03T11:00:57Z


Berman H Simbolon bersama Viky Sianipar berfoto bersama di Samosir sambil memegang novel mossak beberapa waktu lalu

SAMOSIR, GREENBERITA.com - Dalam kehidupan budaya manusia, Sekapur sirih dari budaya adalah suatu warisan leluhur dari sang terdahulu yang tak ternilai harganya. 


Terutama pada Budaya Indonesia yang banyak nan beragam serta bereferensi dari kisah, mitos, legenda, dan termasuk cerita rakyat. 


Tidak terkecuali di negeri Batak, juga memiliki banyak cerita rakyat yang melegenda, salah satunya adalah “MOSSAK”.


Mar Mossak konon katanya adalah beladiri yang penuh mistik untuk menyerang musuh. Sementara sumber lain mengatakan Mossak ini pada jamannya adalah sebuah tarian untuk menyambut para Raja, yang mana tarian tersebut unik nan menghibur dan merupakan perpaduan antara Tor-tor (tarian) dan Sabbut atau beladiri batak (jurus menyerang, mengelak, mengecoh, kuda-kuda, dan bantingan) yang mana Tor-tor tersebut diiringi dengan musik gondang Batak. 


Namun sayang saat ini cerita Mossak ini tidak begitu populer dan mulai terlupakan di negeri ini, yang tidak tahu apa yang menjadi alasannya.


Ada yang mengatakan, karena tidak dipopulerkan pemerintah seperti lewat festival-festival, lewat kampanye budaya serta promosi lainnya. 


Ada juga yang berhipotesis, ini disebabkan karena memang dari masyarakat Batak sendiri yang tidak mempopulerkannya, karena kurangnya referensi untuk dijadikan sebagai  pengembangan ekonomi kreatif, atau ekonomi olahraga dalam pertunjukan atraktif yang ditonton banyak orang.


Sebagai seorang penulis dari Samosir, saya tergerak hati untuk menulis cerita Mossak di berbagai halaman Internet, sehingga mulai dipakai para Pekerja Seni Konten Kreatif. 


Bahkan lewat website dan youtube, saya telah menulis cerita Mossak lewat Novel yang bergenre thrillers, agar meluas dan di baca masyarakat banyak,  yang berupa saya tulis semenarik mungkin sehingga menimbulkan cerita menegangkan.


Namun kendalanya, minat baca di Indonesia saat ini mulai menurun. Menurut UNICEF minat banyak orang Indonesia masih rendah, maka saya berupaya mengajak dan memohon kepada pihak swasta bahkan pemerintah agar setelah masa Pandemi ini, agar memberikan hatinya untuk membuat festival budaya tepatnya Festival Mossak.


Saya meyakini festival seperti ini dapat mendongrak roda perekonomian di negeri ini termasuk mendorong agar peserta didik dan PTK/GTK semakin memiliki minat baca yang tinggi sehingga mesin pabrik percetakan yang menggunakan kertas dari bahan baku kayu pun dapat hidup kembali. 


Semoga Cita-cita ini didengar dan di galakkan di Samosir terutama oleh organisasi DKS (Dewan Kesenian Kabupaten Samosir) yang notabene adalah organisasi yang mengadvokasi pekerja seni seperti penulis novel, wartawan budaya, penyanyi, sanggar tari, sanggar musik daerah, olahraga seni, youtuber budaya dan lainnya.


Bahkan beberapa waktu yang lalu, Viky Sianipar sempat berkunjung ke Samosir dan mengapresiasi Berman HS karena menulsi Novel mossak ini dan menyarankan agar terus semangat berkarya. 


Karena semangatnya saya meminta agar buku novel saya di bubuhi tandatangan Viky sambil berfoto bersama sembari menghibahkan sebuah novel saya ini kepada Vikky Sianipar. 


Saat ini ada dua judul karya saya yang bertema kan Mossak, yaitu “Mossak” dan “Gelombang Nafsu Guru dan Bidan Desa”.


(Penulis adalah seorang pengamat budaya Mossak di Samosir)