Notification

×

Iklan

Iklan

Aliansi Peduli Lingkungan dan HAM Lakukan Aksi di Samosir

14 Jan 2021 | 16:27 WIB Last Updated 2021-01-14T09:27:37Z

Aliansi Peduli Lingkungan dan HAM Lakukan Aksi Solidaritas

SAMOSIR,GREENBERITA.com-
 Pasca penangkapan dan pemenjaraan aktivis lingkungan Sebastian Hutabarat 2 minggu lalu, sejumlah aktivis lingkungan hidup di kawasan Danau Toba menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Negeri Samosir, Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera  Utara, pada Kamis, 14 Januari 2021.


Aksi yang dilakukan oleh Aliansi Peduli Aktivis Lingkungan dan HAM Kawasan Danau Toba ini dikoordinatori oleh Angela Manihuruk bersama KSPPM  (Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat), STKS (Serikat Tani Kabupaten Samosir) serta sejumlah mahasiswa dari Medan tampak diikuti puluhan orang dengan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19.


"Aksi dari Aliansi Peduli Aktivis Lingkungan dan HAM ini merupakan bentuk solidaritas dan keprihatinan atas penahanan Sebastian Hutabarat," tegas Angela Manihuruk.


Ditempat yang sama, Staf KSPPM Roki Pasaribu menyatakan bahwa putusan hukum terhadap Sebastian merupakan keprihatinan terhadap penegakan hukum di Indonesia.


"Hari ini kita bersama rekan STKS,KSPPM dan pemuda melakukan sedang aksi solidaritas terhadap Bung Sebastian, tentu kita sangat prihatin dengan kondisi ini  Khususnya terhadap para aktivis lingkungan," tegas Roki Pasaribu.


Menurutnya, yang dialami aktivis lingkungan dapat terjadi kepada siapapun kedepannya yang menyatakan kekritisannya terhadap pengrusakan lingkungan.


"Hari ini bisa Sebastian, bisa saya dan kita semua tapi kita jangan takut melakukan sikap kritis atas pengrusakan lingkungan di kawasan Danau Toba ini," tegas Roki Pasaribu.


Sementara itu, Ketua STKS Samosir Esbon Siringoringo menyatakan para petani tetap berjuang untuk pelestarian hutan dan lingkungan tanpa rasa takut dengan ancaman apapun.


"Masalah lingkungan memang sudah terjadi saat ini sehingga alam menjadi tidak menentu dan mempengaruhi penghasilan petani, dan sikap kritis Sebastian ini merupakan sikap kami juga karena merupakan bagian aspirasi kami dan kami tidak akan pernah takut memperjuangkan lingkungan dan tanah adat kami," tegasnya.


Koordinator Aksi Angela Manihuruk menambahkan bahwa akan tetap muncul Sebastian-sebastian lainnya yang tetap kritis terhadap oknum-oknum yang diduga terlibat dalam pengrusakan lingkungan hidup di kawasan Danau Toba.


Koordinator Aksi Angela Manihuruk Sampaikan Orasi

Disebutnya, pemerintah dan pemangku kepentingan seharusnya mendukung sikap kritis Sebastian, karena keberlanjutan lingkungan hidup menjadi hal yang harus dijaga semua umat di muka bumi.

"Lingkungan hidup menjadi salah satu elemen penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan 2016-2030, yang disepakati oleh hampir semua pemimpin dunia termasuk pemerintah Indonesia. Sehingga tidak ada alasan untuk membungkam suara-suara kritis yang menyuarakan penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup di Kawasan Danau Toba," kata Angela.


Dia juga meminta dan mendesak Pengadilan Negeri Balige untuk dapat bertindak adil, meminta dan mendesak Pemkab Samosir untuk melakukan pengawasan terhadap izin-izin perusahaan perusak lingkungan.


"Kami juga meminta dan mendesak pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk memberikan ruang yang aman dan nyaman bagi masyarakat sipil yang mempertanyakan tentang pengelolaan industri di kawasan lingkungan hidup sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Angela.


Pihaknya juga meminta instansi terkait untuk tidak melindungi atau tidak berpihak kepada perusahaan-perusahaan perusak lingkungan, serta meminta dan mendesak pemerintah dan penegak hukum agar serius menangani tindakan-tindakan arogan dan premanisme di Kabupaten Samosir.


"Pemerintah Kabupaten Samosir didesak segera melakukan upaya-upaya pemulihan lingkungan dan pelesatarian hutan di Kabupaten Samosir, serta mempercepat proses penerbitan perda tentang Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat," tukas Angela.

Diketahui, aktivis lingkungan di kawasan Danau Toba, Sebastian Hutabarat ditahan tim kejaksaan di Sumatera Utara pada Selasa, 5 Januari 2021.


Sebastian dijemput dari rumahnya di Balige, Kabupaten Toba dan dibawa ke Lapas Pangururan, Kabupaten Samosir.


Sebastian dipidana satu bulan penjara karena dituduh melakukan penistaan terhadap seorang pengusaha bernama Jautir Simbolon.


Peristiwanya berlangsung pada 15 Agustus 2017 di usaha tambang milik Jautir di Desa Silimalombu, Kabupaten Samosir.


Saat kejadian, Sebastian dianiaya oleh Jautir. Diduga karena Sebastian menyinggung izin tambang Jautir.


Kasus bergulir di pengadilan, di mana Jautir divonis bersalah pada 14 Maret 2019 di Pengadilan Negeri Balige, dengan hukuman dua bulan penjara.


Jautir lalu mengadukan Sebastian dengan tuduhan memfitnah. Pada 13 Maret dan 19 Maret 2019, Polres Samosir mengirim surat panggilan pertama dan kedua kepada Sebastian dengan status sebagai tersangka.


Sebastian kemudian dijatuhi vonis dua bulan oleh Ketua Pengadilan Negeri Balige Paul Marpaung pada 9 Januari 2020. Pasca vonis itu, Sebastian melakukan perlawanan hukum.


Dalam rilis 5 Januari 2021, kejaksaan menyebut penangkapan Sebastian sesuai surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan (P-48) Nomor: Print 433 tanggal 21 Desember 2020 guna melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 167/Pid/2020/PT.Medan tanggal 8 April 2020 dengan amar putusan menyatakan Sebastian Hutabarat bersalah melakukan tindak pidana penistaan dengan pidana penjara selama satu bulan.


Disebut, Sebastian sudah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali namun tidak memenuhi panggilan jaksa eksekutor. Selanjutnya Sebastian dibawa ke Lapas Kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir. (gb-elim09)