Ilustrasi Pilkada Serentak 2020. (Foto: Tagar/Ist) |
PEMATANGSIANTAR, GREENBERITA.com || Sebanyak 25 daerah di Indonesia menghadirkan kolom kosong melawan pasangan calon tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada serentak 9 Desember 2020 mendatang. Salah satunya Kota Pematangsiantar, Sumut.
Bakal calon Wali Kota Asner Silalahi berpasangan dengan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr Djasamen Saragih, Susanti Dewayani sebagai wakilnya.
Keduanya diusung delapan partai politik dengan 30 kursi di DPRD dan menjadi pasangan calon tunggal di Pilkada Kota Pematangsiantar usai KPU setempat menutup masa perpanjangan pendaftaran calon pada 14 September 2020.
Akibat paslon tunggal itu, muncul reaksi warga untuk memenangkan kolom kosong. Gerakannya pun terlihat semakin masif.
Aksi itu mengajak masyarakat memilih kolom kosong sebagai sikap menentang hegemoni partai politik dalam Pilkada Kota Pematangsiantar yang dianggap tak demokratis.
"Gerakan kolom kosong, mencuatnya wajar terjadi karena ketidakpuasan masyarakat atas satu pasangan calon. Ini menunjukkan kegagalan di internal partai politik dalam mencetak figur atau calon. Dampak krisis calon figur yang diusung membuat persaingan di Pilkada juga tidak kompetitif," kata pengamat kebijakan Seknas Fitra Elfenda Ananda, yang dilansir dari Tagar, Selasa, 15 September 2020.
Horas Sianturi seorang warga Pematangsiantar menyampaikan, gerakan kolom kosong adalah murni sikap masyarakat yang tidak setuju pada pemilihan dengan satu pasangan calon.
Horas mengatakan, saat ini banyak masyarakat Pematangsiantar ingin bergabung memenangkan kolom kosong.
"Karena ini yang pertama di Siantar, Pilkada dengan satu calon. Tentu ini sangat disayangkan sehingga muncul gerakan spontan masyarakat untuk memenangkan kolom kosong. Sampai saat ini banyak masyarakat bergabung memenangkan kolom kosong," kata dia.
Gerakan kolom kosong kata Horas, sekaligus bentuk kritik kepada partai politik yang justru tidak mendukung kadernya maju di Pilkada Pematangsiantar.
"Ini juga kritik kami kepada parpol kenapa mendukung yang bukan dari para kader. Malah menunjuk orang di luar kader. Kami khawatir ada faktor lain menunjuk Asner menjadi calon tunggal. Partai bisa menunjuk calon, namun rakyat adalah penentunya," tutur Horas.
Ketua LPPM STIE Sultan Agung, Dr Robert Tua Siregar PhD mengatakan, tren calon tunggal mengalami peningkatan di banding tahun 2015.
Pelaksanaan Pilkada dengan calon tunggal melawan kolom kosong, kata Robert, memiliki kerugian sekaligus juga memberikan keuntungan.
Kekuatan calon tunggal, karena pemerintah daerah yang dikendalikannya bisa dengan cepat mengambil keputusan dalam setiap kebijakan dan didukung parlemen di daerah.
"Kerugian pilkada dengan model seperti ini membuat kekuatan legitimasi calon yang menang tidak begitu kuat, karena partai tidak memberi alternatif kepada pemilih untuk pilihan politik. Pastinya ini sangat merugikan bagi pendidikan politik rakyat," ujarnya.
(gb-ars/rel)