Notification

×

Iklan

Iklan

Kasus Tele, Dua Mantan Bupati Samosir Diperiksa Jaksa

15 Jun 2020 | 23:46 WIB Last Updated 2020-06-15T17:05:25Z
SAMOSIR,GREENBERITA.com- Pasca penetapan penetapan sebagai tersangka mantan anggota DPRD Samosir periode 2014-2019 dengan inisial BP, Kejaksaan Negeri Samosir melakukan pemeriksaan kepada dua mantan Bupati Samosir.

Hal tersebut dibenarkan oleh Kajari Samosir melalui Kasi Pidana Khusus Paul M. Meliala, SH ketika ditemui greenberita di kantornya Jalan Hadrianus Sinaga pada Senin, 15 Juni 2020.

"Ya, telah melakukan pemeriksaan kepada saudara Wilmar Simanjorang mantan Pejabat Bupati Samosir tahun 2004-2005 serta Mangindar Simbolon, mantan Bupati Samosir periode 2005-2015," ujar Paul Meliala. 

Menurutnya, pihaknya memeriksa dua mantan Bupati Samosir dalam kapasitasnya sebagai saksi serta dianggap mengetahui proses keluarnya sertifikat-setifikat ketika itu.

"Kami butuh keterangan dia karena pada saat itu Pak Wilmar bertugas sebagai Pj Bupati bulan Januari 2004, sedikit banyak dia tau tentang sejarah APL Tele," jelasnya.

Menurut Kasi Pidsus, Wilmar Simanjorang mengatakan bahwa APL itu adalah aset daerah kekayaan milik Pemkab Samosir.

Menurut Paul Meliala, ketika terbentuknya Kabupaten Samosir, sebagai Pj Bupati harusnya Wilmar Simanjorang peka dengan masalah di APL Tele ini karena adanya penggarapan 7 kelompok disana serta mengambil alih serta mengatur ulang tata kelola hutan APL Tele ini oleh Pemkab Samosir yang dipimpinnya ketika itu.

"Tapi sampai sekarang itu tidak ada bahkan menurut wilmar mengenai data aset daerah yang ada di Pemkab Samosir, APL Hutan Tele tidak diserahkan dari Pemkab Tobasa kepada Pemkab Samosir," tambahnya.

Terkait pemeriksaan mantan Bupati Mangindar Simbolon, jaksa menanyakan tanah setifikat miliknya yang juga ada disekitar kawasan Hutan Tele tersebut.

"Kita masih mendalami dugaan apakah beliau ada terlibat atau tidak, karena sertifikat-sertifikat itu ada yang keluar dimasa pemerintahannya," terangnya.

Pada setiap pertanyaan yang diajukan, jaksa banyak mendapatkan jawapan tidak tau dari Mangindar Simbolon.

"Jawapannya beliau itu banyak yang tidak, tapi intinya seperti Pj Bupati Wilmar harusnya mereka peka dengan persoalan APL Hutan Tele dengan mengambil alih serta mengatur ulang tata kelola hutan APL Tele ini oleh Pemkab Samosir yang dipimpin mereka ketika itu dan tidak dibiarkan," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan Kejaksaan Negeri Samosir menetapkan tersangka seorang mantan anggota DPRD Samosir periode 2014-2019 dengan inisial BP sebagai tersangka pada Senin, 08 Juni 2020.

BP yang juga mantan Kepala Desa Partungkonaginjang ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi pengalihan status APL Tele menjadi milik pribadi dalam bentuk SHM (sertifikat hak milik,red) sehingga ditemukan potensi kerugian negara sebesar lebih dari Rp 17,5 Miliar.

Jaksa menetapkan mantan kades Desa Partungko Naginjang itu sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang saat kejadian masih aktif menjabat sebagai kepala desa. Keterlibatan beberapa oknum lainnya baik oknum pejabat BPN maupun oknum pejabat Pemkab Samosir yang diduga terlibat masih terus didalami Kejari Samosir.

"Kerugian tersebut didasarkan pada nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di tahun 2003 silam untuk areal pertanian seluas 350 Hektar di APL-Tele di Desa Partungko Naginjang sebelum berganti nama menjadi Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Hitungan Rp 17,5 miliar itu masih untuk lahan pertanian, kalau ikut pemukimannya bisa lebih banyak kerugian negaranya," sebut Paul  M. Meliala, SH.

Menurutnya, tersangka BP diduga memindahtangankan beberapa bidang tanah di areal APL-Tele kepada orang lain serta meningkatkan hak menjadi SHM (sertifikat hak milik) yang bukan pemohon ijin membuka tanah tanpa ada ijin pejabat berwenang sesuai persyaratan dalam surat keputusan (SK) Bupati Tobasa nomor 281 tahun 2003.

Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) diuraikan, tersangka BP yang selama 20 tahun aktif sebagai Kades Partungko Naginjang (1987-2007), menyebut banyak masyarakatnya saat itu menggarap tanah di APL tersebut. Kemudian masyarakat melalui BP selaku Kades aktif mengajukan permohonan ijin membuka tanah kepada Pemkab Taput (sebelum dimekarkan menjadi Kabupaten Tobasa) namun tak kunjung diproses hingga pemekaran Kabupaten Tobasa terjadi. 

Kemudian oleh Pemkab Tobasa, pada tanggal 26 Desember 2003, Bupati Tobasa yang kemudian menerbitkan SK 281 tahun 2003 tentang ijin membuka tanah untuk pemukiman dan pertanian pada kawasan APL tanah negara bebas yang terletak di Desa Partungkoan Naginjang, diserahkan langsung oleh Tito Siahaan (saat itu menjabat sebagai Kabag Hukum Pemkab Tobasa) kepada tersangka BP termasuk petikan putusan SK 281 berikut peta bidang tanah.

"Seharusnya ketika itu, BP menyampaikan pengelolaan dan pembagian tanah itu kepada Pemkab Samosir yang sudah terbentuk, jadi pengembangan kasus ini tidak semata pada SK 281, namun didalami pada penguasaan tanah negara termasuk pada kawasan APL Desa Partukko naginjang sampai desa Hariara Pintu seluas 4.500 hektar dengan tujuan menyelamatkan tanah negara, agar tidak menjadi objek jual beli oleh oknum tidak bertanggung jawab," pungkas Paul M.Meliala.

(gb-ambros04)